Sengketa tanah merupakan persoalan klasik yang hingga kini masih menjadi salah satu sumber konflik utama di Indonesia. Berdasarkan laporan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI), sepanjang tahun 2023 terdapat lebih dari 16.000 perkara pertanahan yang masuk ke ranah peradilan, termasuk gugatan perdata dan permohonan sengketa administrasi. Sementara itu, data dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyebutkan bahwa kasus pertanahan yang paling sering muncul berkaitan dengan tumpang tindih sertifikat, konflik waris, dan pemanfaatan tanah tanpa hak (Sumber : pastibpn.id).
Masifnya pembangunan infrastruktur, urbanisasi yang pesat, serta nilai tanah yang terus meningkat turut memicu tingginya potensi konflik. Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk memahami akar penyebab, dampak nyata, dan jalur penyelesaian hukum terkait sengketa tanah agar terhindar dari kerugian jangka panjang.
Apa Itu Sengketa Tanah?

Sengketa tanah adalah perselisihan hukum antara dua pihak atau lebih yang berkaitan dengan status, kepemilikan, batas, penggunaan, atau hak atas sebidang tanah. Perselisihan ini bisa melibatkan individu, keluarga, badan hukum, hingga instansi pemerintah.
Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), setiap warga negara memiliki hak atas tanah, namun hak tersebut harus didasarkan pada peraturan yang jelas dan sah secara hukum.
Penyebab Sengketa Tanah
1. Tanah Belum Bersertifikat
Masih banyak tanah di Indonesia yang belum terdaftar secara resmi di BPN. Berdasarkan data ATR/BPN, hingga akhir 2023 baru sekitar 82 juta bidang tanah yang terdaftar dari total estimasi 126 juta bidang di seluruh Indonesia. Tanah yang belum disertifikatkan rawan diklaim oleh pihak lain.
2. Tumpang Tindih Sertifikat
Kesalahan administrasi dan pemetaan, terutama pada dokumen lama, dapat menyebabkan satu bidang tanah memiliki lebih dari satu sertifikat atas nama pihak berbeda. Kasus seperti ini kerap terjadi akibat lemahnya sistem validasi dokumen dan pengawasan internal BPN.
3. Tanah Warisan yang Tidak Dikelola dengan Baik
Sengketa tanah warisan sering kali terjadi karena tidak adanya dokumen resmi, tidak ada akta waris, atau tidak ada kesepakatan yang jelas antar ahli waris. Bahkan, surat keterangan waris (SKW) palsu menjadi salah satu modus penipuan yang meningkat menurut laporan tahunan Ombudsman RI.
4. Jual Beli Tanpa PPAT
Transaksi jual beli tanah yang tidak melibatkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berisiko tinggi. Banyak masyarakat hanya menggunakan kwitansi atau surat pernyataan tanpa legalitas hukum, yang tidak memiliki kekuatan pembuktian di pengadilan.
5. Konflik Tanah Adat dan Negara
Di beberapa daerah seperti Papua, Kalimantan, dan NTT, konflik antara hak ulayat masyarakat adat dan hak atas tanah yang diberikan negara kepada investor atau pemerintah cukup tinggi. Belum maksimalnya pengakuan hukum terhadap tanah adat menjadi faktor penyebab utamanya.
6. Penyalahgunaan Tanah oleh Pihak Ketiga
Penggunaan lahan oleh pihak yang tidak berhak, seperti mendirikan bangunan, berkebun, atau mengklaim wilayah tanpa dasar hukum, juga sering menimbulkan konflik. Hal ini biasanya dipicu oleh lemahnya pengawasan dan tidak adanya pagar hukum yang kuat.
Dampak Sengketa Tanah
1. Kerugian Finansial
Tanah yang bersengketa tidak dapat digunakan secara legal, baik untuk dijual, dibangun, maupun digadaikan. Kerugian bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah, terutama jika tanah tersebut berada di kawasan strategis.
2. Hambatan Pembangunan
Banyak proyek infrastruktur nasional maupun swasta terhambat karena status tanah belum jelas. Contohnya adalah keterlambatan proyek tol Cisumdawu dan proyek kereta cepat yang terhambat pembebasan lahan.
3. Ketegangan Sosial
Sengketa yang berkepanjangan bisa memicu keretakan hubungan sosial, terutama antar keluarga atau antar warga satu kampung. Beberapa kasus bahkan berujung pada kekerasan fisik dan kriminalitas.
4. Tekanan Psikologis
Bagi pihak yang terlibat dalam konflik, sengketa tanah bisa menimbulkan stres berat, kecemasan, dan rasa tidak aman karena ketidakpastian hukum dan tekanan sosial.
5. Hilangnya Hak atas Aset
Jika tidak dapat membuktikan hak kepemilikan secara sah, seseorang bisa kehilangan tanah yang secara fisik telah ia kuasai bertahun-tahun. Hal ini bisa terjadi akibat tidak memiliki bukti kepemilikan yang kuat.
Cara Penyelesaian Sengketa Tanah
1. Mediasi Non-Litigasi (Musyawarah)
Penyelesaian melalui musyawarah merupakan langkah awal yang sangat dianjurkan. Musyawarah dapat difasilitasi oleh kepala desa, tokoh masyarakat, atau mediator profesional. Menurut Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No. 11 Tahun 2016, BPN juga menyediakan layanan mediasi pertanahan.
2. Mediasi Melalui Kantor Pertanahan
Jika mediasi informal gagal, Anda dapat mengajukan permohonan penyelesaian ke kantor pertanahan. Kantor BPN akan memverifikasi dokumen, melakukan pemetaan ulang, dan memanggil kedua belah pihak untuk menemukan solusi administratif atau rekomendasi ke pengadilan.
3. Gugatan ke Pengadilan Negeri
Apabila tidak tercapai kesepakatan, pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri. Proses ini mengacu pada HIR (Herzien Inlandsch Reglement) dan memerlukan bukti-bukti sah seperti:
- Sertifikat tanah asli
- Akta jual beli
- Surat waris yang dilegalisir
- Bukti pembayaran PBB
- Saksi atau bukti fisik penguasaan
Putusan pengadilan akan memberikan kepastian hukum atas status tanah tersebut.
4. Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali
Jika tidak puas terhadap hasil putusan, masih tersedia jalur banding ke Pengadilan Tinggi, kasasi ke Mahkamah Agung, dan Peninjauan Kembali (PK). Namun, proses ini lebih kompleks, mahal, dan memakan waktu lama.
5. Arbitrase atau Mediasi Alternatif
Untuk sengketa berskala besar, terutama antara korporasi, penyelesaian bisa dilakukan melalui arbitrase atau lembaga penyelesaian sengketa seperti Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
Pencegahan Sengketa Tanah
Langkah pencegahan yang bisa Anda lakukan:
- Ikut serta dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)
- Gunakan jasa notaris atau PPAT dalam setiap transaksi tanah
- Segera balik nama sertifikat usai transaksi
- Verifikasi keaslian sertifikat melalui website resmi BPN atau aplikasi Sentuh Tanahku
- Buat surat waris dan akta pembagian waris untuk tanah keluarga
- Hindari membeli tanah dengan status masih dalam proses sengketa
- Lakukan pengecekan lokasi dan batas tanah secara aktual di lapangan
Sengketa tanah adalah permasalahan serius yang bisa berdampak luas pada kehidupan sosial dan ekonomi. Untuk itu, pemahaman mendalam tentang penyebab, risiko, dan jalur penyelesaiannya sangat penting bagi siapa pun yang memiliki atau berniat memiliki lahan.
Dengan dokumentasi yang rapi, transaksi legal, serta pendekatan damai dalam menyelesaikan konflik, Anda bisa meminimalkan risiko dan menjaga keberlangsungan hak atas tanah yang sah dan aman.