Tradisi Telur Berdiri di Perayaan Peh Cun, Punya Makna Sendiri!

Orang-orang Tionghoa yang ada di Indonesia mempunyai banyak perayaan kebudayaan dan tradisi Cina, diantaranya yaitu Cap Go Meh, Peh Cun, Imlek, dan lainnya. Perayaan tersebut memiliki tradisi dan ritual yang berbeda-beda. Salah satunya perayaan Peh Cun.

Dalam penanggalan Khongcu Lek, perayaan Peh Cun jatuh pada tanggal 5 bulan 5. Perayaan ini identik dengan hari Raya Twan Yang dan lomba perahu naga. Namun, yang tak kalah menarik dari perayaan Peh Cun adalah tradisi mendirikan telur dengan tegak.

Konon masyarakat Tionghoa percaya, telur ayam bisa berdiri diatas permukaan tanah datar pada pukul sekitar 11.00 – 13.00 siang, dimana ada gaya tarik menarik antara bumi dan matahari yang membuat telur dapat berdiri dibagian ujungnya.

Masyarakat yang menganut agama lain kerap ikut serta dalam memperingati hari raya Peh Cun, di kawasan Sungai Cisadane, Tangerang.

Berbagai kalangan pun hadir menyaksikan perayaan ini dengan melihat dan mencoba telur yang bisa berdiri. Pengunjung yang datang dapat mencoba mendirikan telur tersebut. Walaupun ada yang gagal, namun tidak sedikit dari mereka berhasil mendirikan telur.

Makna Telur Berdiri Saat Perayaan Peh Cun

Telur Berdiri Saat Perayaan Peh Cun
Telur Berdiri Saat Perayaan Peh Cun

Menurut kepercayaan Tionghoa, tradisi mendirikan telur ini memiliki makna sebagai berkah dari langit sebagaimana dikutip dari laman Indonesia Kaya. Orang yang berhasil mendirikan telur dipercaya akan memperoleh berkah dari langit. Perkumpulan Boen Tek Bio menyelenggarakan hari raya Peh Cun setiap tahunnya.

Dengan adanya perayaan ini, diharapkan agar bisa menjadi wadah dalam melestarikan tradisi leluhur bagi peranakan Tionghoa yang ada di seputaran Sungai Cisadane.

Terlebih lagi, pemerintah Kota Tangerang ikut mendukung perayaan Peh Cun untuk menjadi daya tarik Kota Tangerang, sekaligus meningkatkan pamornya sebagai objek wisata menarik di Indonesia.

Tradisi-tradisi Lain di Hari Raya Peh Cun

Selain mencoba tradisi telur berdiri, di perayaan Peh Cun, Sungai Cisadane, ada juga tradisi makan bakcang. Tradisi makan bakcang ini dijadikan sebagai kegiatan pada festival Peh Cun dari zaman Dinasti Jin. Bakcang memiliki bentuk yang bermacam-macam.

Di Taiwan, zaman DInasti Ming, bakcang yang dibawa pendatang dari Fujian memiliki bentuk yang berbeda dengan yang ada saat ini, yaitu bentuk bulat gepeng. Isinya juga bervariasi mulai dari isi daging, sarikaya, sayur, dan gula.

Tidak sampai disitu, perayaan Peh Cun juga memiliki tradisi lomba perahu naga. Tradisi ini telah dilakukan dari zaman negara berperang.

Tradisi-tradisi yang ada di hari raya Peh Cun ini tidak lepas dari sejarah seorang tokoh di negeri Cho, yaitu Qu Yuan. Ia adalah seorang menteri yang berpengaruh di negaranya.

Qu Yuan sangat disukai oleh berbagai kalangan karena kehebatannya dalam menyatukan enam negeri untuk masuk ke negeri Cho. Suatu hari, Qu Yuan difitnah dan diasingkan atas tuduhan korupsi pada dirinya.

Berdasarkan legenda, Qu Yuan menaiki perahu naga dan melompat ke Sungai Miluo tepatnya di tanggal 5 bulan 5 kalender China. Peristiwa tersebut dilakukan dengan tujuan memprotes korupsi yang mengakibatkan jatuhnya negara Cho.

Penduduk desa yang melihat peristiwa itu mencoba mencari jenazahnya menggunakan perahu sambil melemparkan nasi dan berbagai makanan lainnya, dengan maksud supaya ikan dalam sungai tidak mengganggu jenazah Qu Yuan.

Mereka pun membungkus makanan dengan daun-daunan yang kini disebut sebagai bakcang. Itulah mengapa tradisi balap perahu naga dan makan kue beras muncul. Perayaan Peh Cun juga dimeriahkan dengan kegiatan pelepasan bebek di Sungai Cisadane.

Masyarakat setempat akan menangkap bebek tersebut secara berlomba-lomba. Pelepasan bebek ini memiliki makna sebagai buang bala.

Tinggalkan komentar